Oleh : Nisfatin Mahardini (Biologi 2008)
Mereka punya potensi, karena itu mereka perlu tahu
bahwa mereka juga bagian penting di masyarakat, mereka juga punya peran
untuk perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Jika Anda berkunjung ke Pasar Induk
Ciroyom, Anda akan menemukan banyak anak usia sekolah yang berlarian di
sela-sela kios milik pedagang sayuran dan buah sambil membawa kaleng lem
aibon-yang isinya hampir mongering-di balik kaos-kaos kotor. Diantara
mereka ada yang berprofesi sebagai kuli angkut barang dan pengamen
jalanan. Namun sayangnya, hasil jerih payah bekerja seharian itu mereka
habiskan bukan untuk makan atau kebutuhan pokok sehari-hari mereka, tapi
untuk hal yang menurut logika sehat tidak bermanfaat sama sekali, untuk
membeli lem. Membahas fenomena anak jalanan seperti berputar dalam
lingkaran setan karena objek, subjek, penyebab, dan solusi permasalahan
ini berkutat pada system kebijakan daerah dan pola pikir yang telah
terbudaya pada individu di dalamnya mengenai pentingnya integritas
pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. permasalahan
ini hanya akan menjadi wacana semata jika tidak ada tindakan nyata dan
solutif, serta kerjasama berbagai pihak terkait yang mestinya peduli
dengan kondisi anak jalanan, tidak hanya yang ada di Pasar Induk Ciroyom
ini saja.
Dari mana mereka berasal?
Anak-anak jalanan yang ada di Pasar Induk
Ciroyom ini sebagian berasal dari daerah sekitar Ciroyom meskipun ada
juga yan berasal dari daerah di luar Ciroyom bahkan di luar Bandung.
Alasan mereka datang ke Pasar ini
kebanyakan karena masalah keluarga. Mulai dari karena tidak betah dengan
kondisi rumah yang terlalu banyak aturan, karena orang tuanya menikah
lagi dan mereka merasa tidak cocok, kedua orangtuanya telah meninggal
lalu tidak ada yang mengurusi, hingga ditinggal orang tua yang menjadi
TKI ke luar negeri. Namun inti dari semua alasan itu adalah karena
mereka tidak puas dengan kondisi keluarga mereka yang tidak harmonis
lalu setelah mereka menemukan tempat ini (Pasar Induk Ciroyom) sebagai
tempat tinggal baru mereka, mereka merasa lebih bebas karena tidak ada
yang mengatur kehidupan mereka.
Apa yang membuat mereka dikucilkan dari lingkungan masyarakat?
Di satu sisi, kedatangan mereka ke Pasar
Induk Ciroyo ini menjadi solusi sesaat (bagi anak jalanan). Tapi di sisi
lain, hal tersebut menimbulkan masalah baru bagi lingkungan masyarakat
sekitar Pasar Induk Ciroyom. Kehadiran mereka dirasa meresahkan karena
adanya mereka tidak hanya membuat lingkungan menjadi tidak teratur
(mislanya tidur di sembarang tempat di malam hari seperti bagian kolong
meja penjual sayur), tapi juga meningkatnya kriminalitas dan jumlah PSK
yang semakin banyak. Belum lagi premanisme yang berlangsung membuat
aturan yang dibuat Pemerintah Kota hanya sebagai aturan tertulis saja
tanpa aplikasi nyata di lapangan. Preman-preman itu pada umumnya adalah
anak-anak jalanan yang sudah dewasa dan sudah belasan tahun tinggal dan
membudaya di Pasar Induk Ciroyom ini. Mereka menurunkan budaya yang
mereka pelihara sejak lama pada adik-adik anak jalanan yang baru datang,
begitu seterusnya.
Rumah Belajar Sahaja, sebuah contoh kepedulian berbagai kalangan untuk berkontribusi positif bagi permasalahan anak jalanan.
Kehadiran Rumah Belajar Sahaja di bawah
asuhan Pak Gamesh yang merupakan seorang Dosen dari salah satu Institut
Teknologi Swasta di Kota Bandung dirasa membawa sedikit angin segar bagi
kesejahteraan setidaknya beberapa anak jalanan. Rumah Belajar yang
didirikan Tahun 1998 ini bertempat di belakang Pasar Induk Ciroyom.
Sekolah kecil ini memberikan pendidikan nonformal bagi anak-anak jalanan
yang ada di daerah itu. Pendidikan yang diberikan meliputi pembelajaran
baca tulis, menggambar, pendidikan moral, musik dan agama. Adapun
tenaga pembimbing yang diberdayakan berasal dari relawan yang memiliki
kepedulian lebih pada kesejahteraan anak-anak jalanan. Karena sifatnya
yang lepas waktu, dan belum ada shift yang fix mengenai jadwal
pembimbingan, seringkali relawan yang membimbing hanya orang-orang itu
saja. Alasannya cukup logis, karena relawan-relawan tersebut memiliki
latar belakang pekerjaan di berbagai bidang kesibukan. Sehingga
pengawasan perilaku pada anak jalanan sebagian besar di tangungkan pada
kesadaran diri dan solidaritas mereka sebaga teman untuk saling
mengingatkan dan menegur.
Namun apakah kontribusi ini cukup
solutif, saat di satu sisi mereka mendapatkan kebebasan yang membuat
mereka berperilaku menyimpang, namun di sisi lain kita menunjang
kehidupan mereka?
Tidak semua dari mereka kabur dari rumah.
Pemandangan yang pertama kali kita lihat
ketika sampa di lingkungan rumah belajar sahaja pasar induk ciroyom
adalah mereka-anak-anak jalanan ini- sangat tidak beraturan, tidak ada
yang mengekang, dan merasa tidak perlu mempertanggungjawabkan apapun
yang mereka lakukan-pada siapapun. Intinya mereka terlihat seperti tidak
memiliki orangtua atau kabur dari rumah. Beberapa memang demikian,
namun ada juga diantara anak-anak yang belajar di Rumah Belajar Sahaja
Pasar Induk Ciroyom ini yang masih tinggal bersama orang tuanya.
Kebanyakan orangtua bekerja sebagai pedagang di pasar induk ciroyom,
sebagian lain merupakan penduduk sekitar dengan matapencaharian beragam
yang anaknya ikut belajar di rumah belajar ini. Anak yang masih tinggal
bersama orang tuanya terlihat lebih bersih, taat auran, tidak melakukan
hal-hal yang menyimpang (seperti nge-lem) , masih bersekolah,
dan berperilaku lebih sopan dibandingkan dengan anak-anak jalanan asli.
Sedangkan anak-anak jalanan asli terlihat lebih tidak terawat, sulit
lepas dari kaleng lem aibon, berperilaku tidak sopan dibanding dengan
anak-anak yang maish tinggal dengan orang tuanya, meskipun kultur pasar
masih lekat pada keduanya.
Apa potensi mereka?
Usia anak-anak jalanan yang berada pada
rentang 5-20 tahun merupakan usia produktif untuk belajar dan
mengembangkan karakter potensi diri untuk dapat menentukan akan jadi apa
kelak setelah mereka dewasa. Latar pasar yang menjadi tempat hidup
mereka (keras, tantangan besar, dan perjuangan untuk bisa bertahan) bisa
memiliki peran ganda dalam pembentukan karakter, mereka memiliki
ketahan malangan tinggi (lalu menjadi solusi dari masalah) atau menjadi
preman (malah menjadi bagian bermasalah dari masalah). Semuaya
tergantung bagaimana lingkungan mempengaruhi dan bagaimana mereka
membentuk pola pikir dan menyikapinya. Disini Pemkot berperan.
Melihat potensi yang bisa mereka lakukan,
keberadaan anak-anak ini menjadi penting untuk menjadi bagian dari
solusi, mereka adalah bagian dari generasi muda bangsa yang juga turut
berperan sebagai agen perubahan, tidak terbatas pada mahasiswa saja.
Karena proses pembelajaran yang anak-anak dapatkan tidak terbatas hanya
pada bangku sekolah. Pendidikan formal tetap penting, namun perubahan
ini harus melalui proses yang bertahap. Baru setelah permasalahan anak
jalanan ini teratasi (termasuk nge-lem), pendidikan dan
perubahan kebiasaan dapat digalakkan. Karena untuk perubahan kebiasaan
dan keinginan membutuhkan kesadaran dari diri mereka sendiri.
Upaya yang bisa kita lakukan bersama
Dengan memperhatikan hal tersebut,
diperlukan pendekatan yang berbeda bagi mereka (anak jalanan asli dan
anak jalanan yang masih tinggak bersama orang tuanya) untuk bisa
mengembangkan diri dalam hal kemandirian-yang positif-yang dibina oleh
berbagai pihak, tidak terbatas pada relawan rumah belajar sahaja saja,
tapi juga masyarakat sekitar, karang taruna setempat dan pembuat
kebijakan (baca: pemkot) setempat. Metode itu bisa berupa pendekatan
yang berbeda pada keduanya, namun dengan materi yang sama misalnya
pemberian materi tentang kreativitas wiraswasta.
Tidak perlu yang skala besar dulu, kita
bisa ambil contoh yang sederhana, misalnya penanggulangan sampah organik
di sekitar Pasar Induk Ciroyom. Sampah-sampah yang kebanyakan sayuran
dan daging busuk ini sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk diubah dengan
teknologi komposting sederhana yang kemudian menghasilkan pemasukan bagi
mereka dan solusi bagi permasalahan sampah di lingkungan Pasar ini.
Mengenai sumber daya manusianya, kita bisa bekerja sama dengan karang
taruna setempat dan anak-anak jalanan yang ada di Pasar Induk ini .
Sekali lagi, proyek ini membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak
(pemerintah kota, LSM, Mahasiswa, masyarakat, orang tua dan anak-anak
jalanan) dan aturan yang jelas serta ditaati semua pihak agar tujuan
inti, yakni pengentasan permasalahan dan pemberdayaan anak jalanan agar
dapat mandiri serta penanggulangan masalah sampah di pasar induk dapat
tercapai.
0 comments:
Post a Comment