Oleh : Sidiq Pambudi (Biologi 2007)
Negatif (kurang ato apalah), itu dari
dulu yang saya pikirkan kepada mereka. Baik itu dari gaya hidup,
perilaku, pikiran, kebiasaan atau apalah yang ada hubungannya dengan
mereka. Namun sambutan dan tegur sapa mereka yang hmmm,,, menurut saya
hangat untuk orang-orang seperti mereka, cukup mengherankan. Selain itu
saya tidak mendengar bahwa mereka dekat dengan hal-hal yang berbau
kriminal seperti mencuri dll. Namun tidak jarang juga mereka ditindas/di
‘palak’ oleh sesamanya yang umurnya lebih tua.
Saat pertama datang saya bingung
mereka ini mau diapakan oleh kalian, pikirnya sih Cuma buat buka, tidur +
sahur bareng atau mungkin mengajarkan moral dan kebiasaan yang benar
kepada mereka. Saya lihat jumlahnya mereka sedikit
dan sebagian besar umurnya masih dikategorikan anak-anak, mana nih yang
gede-gede? Mungkin yang udah gede mah udah susah diajakin, udah punya
idealisme sendiri, yang jelas mereka asik sendiri dan kesannya seakan
menghindar, gimana mau dibenerin.
Lalu setelah ikut ke madrasah dan
mengajak mereka bermain, waduh rasanya sulit sekali mengatur mereka
entah mereka merasa ini tidak menarik atau hal lain yang membuat mereka
tidak fokus. Hebat! Itu yang terucap saat melihat fasilitas hidup
mereka. Kolong warung, tanpa alas, udara dingin belum lagi kalau hujan
itulah kondisi tempat mereka tidur. Beruntung ketika ada relawan yang
membuatkan tempat untuk tidur disamping warung, walaupun mesti
berdesak-desakan mungkin yang mereka pikir yang penting ada tempat.
Dengan fasilitas yang sangat terbatas, mereka sendiri teradaptasi
sehingga kekebalan tubuh mereka menjadi telatih. Entah mereka sudah
merasa nyaman dengan kondisi itu atau mereka pasrah-pasrah saja.
Soal perilaku, menurut saya
lingkunganlah yang membuat mereka menjadi seperti itu. Lem aibon yang
memang selau menempel erat sangat sulit di lepaskan walaupun sering kali
di cegah. Ketika ditanya siapa yang memperkenalkan dunia lem mengelem
kepada mereka, mereka menjawab: “teman”. Tuh kan lingkungannya tuh yang
ga bener, mereka pikir sih lem tuh asik oke mantab atau apalah pokoknya
mah ngelem. Tapi efek dibalik itu mereka tidak tahu, sayang seribu
sayang. Dengan didirikannya rumah belajar, kehidupan mereka sedikit
bervariasi, tapi mungkin sulit untuk merubah gaya hidup mereka, butuh
waktu dan proses yang cukup panjang, karena mereka masih hidup di
lingkungan yang seperti itu. SDM dengan niat dan hati tuluslah yang
dapat merubah mereka untuk diarahkan ke jalan yang benar. Perlu
diajarkan pola hidup yang yang kita inginkan, sedikit demi sedikit tapi
konstan dan terus menerus sampai terlihat hasilnya.
Tidak semua anak-anak di sana
terlantar begitu saja, karena sebagian besar mereka punya rumah, tapi
kenapa mereka berkeliaran bebas? Apakah mereka bosan dengan kondisi
rumah. Kondisi ekonomi pun memaksa mereka untuk bekerja di jalanan,
sekali dua kali dan seterusnya hingga mereka keasyikan di jalanan.
Alasannya di jalan lebih bebas, banyak teman dan dari temanlah mereka
mempelajari hal-hal yang menurut mereka “asyik”. Jadi keluarga pun turut
serta dalam hal seperti ini, keluarga yang tidak normal atau tidak
becus hasilnya seperti ini.
Jadi apa yang sebenarnya mereka
butuhkan? Uang? Lem? Pelajaran gaya hidup sehat? Ataukah masih terpikir
dibenak mereka Kasih Sayang dan kenyamanan atau tanggung jawab hidup
sebagai manusia?
0 comments:
Post a Comment