Oleh : Okta Noviantina (Biologi 2007)
MALIK BIN DINAR, seorang
 sufi asal Persia , meninggalkan kisa pertobatan yang menggugah. 
Bertampang keren dengan harta yang melimpah, Malik masih juga punya 
angan untuk diangkat menjadi takmir masjid agung yang baru dibangun 
Mu’awiyah di Damaskus. Maka rajinlah ia pergi ke mesjid itu. Di salah 
satu pojoknya, ia bentangkan sajadah dan selama setahun terus-menerus 
beribadah seraya berharap agar setiap orang yang melihatnya tersentuh.
“Alangkah munafiknya engkau ini” bisik 
hatinya. Setelah setahun berlalu, bila malam datang, ia keluar dari 
mesjid itu dan pergi bersenang-senang. Pada suatu malam., di 
tengah-tengah keasyikannya bermain musik, tiba-tiba dari kecapi yang 
dimainkannya seperti terdengar suara: “Malik, mengapalah engkau belum 
juga bertobat?” Hatinya bergetar, kecapi dilemparkannya dan ia bergegas 
ke mesjid.
“Selama setahun penuh aku berpura-pura mengembah Allah,”kata fajar budinya. “Bukankah lebih baik jika Kusembah Allah dengan sepenuh hati? Alangkah hinanya beribadah sekedar untuk kedudukan. Bila
 orang hendak mengangkatku sebagai takmir mesjid, aku tak mau 
menerimanya” Untuk pertama kalinya malam itu ia shalat dengan khusuk dan
 ikhlas.
Keesok harinya, orang-orang yang 
berkumpul di masjid seperti baru tersadar, “Hai, lihatlah dinding masjid
 telah retak-retak.Kita harus mengangkat seorang pengawas untuk 
memperbaikinya.” Mereka bersepakat, Malik lah orang yang tepat. 
Menungguinya hingga usai shalat, mereka lantas berkata: “Kami memohon 
kepadamu, sudilah menerima pengangkatan kami.”
“ya Allah,” seru Malik, “setahun penuh 
aku menyembahmu secara munafik dan tak seorangpun memandangku. Kini, 
seterah kuserahkan jiwaku pada-Mu dan bertekad tak akan menerima jabatan
 itu, Engkau menyuruh dua puluh orang menghadapku untuk mengalungkan 
tugas itu ke leherku. Demi kebesaran-Mu, aku tak menginginkan 
pengangkatan atas diriku.”

0 comments:
Post a Comment