Event

Event
Kegiatan mahasiswa yang akan, sedang, dan telah dilakukan.

Info dan Pengumuman

Info dan Pengumuman
Info tentang organisasi, anggota, majelis ilmu, dan berita eksternal lainnya.

Wahana Berpendapat

Wahana Berpendapat
Silahkan menyampaikan saran, kritik, dan pendapatnya.

cover photo

cover photo

Lingkungan yang Shaleh untuk Biji

| Sunday, June 10, 2012

بسم الله الرحمن الرحيم


Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

"Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketa, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan". (QS. Qaaf : 9 - 11)

Bagaimana kabar teman-teman semua? Sehat kan? Waah, sudah lama nih saya tidak menulis lagi di sini. Rasanya sangat kangen untuk bisa menulis dan membagi cerita yang harapannya dapat bermanfaat dan menginspirasi..

Kali ini saya akan mengupas mangga (eh bukan), maksudnya membahas tentang suatu benih. Kenapa soal benih/bibit? Karena ini berhubungan dengan kegiatan KP (Kerja Praktek) yang saya lakukan. Ada pepatah, siapa yang menebar benih maka dia akan menuai hasilnya. Ungkapan ini benar, tetapi ternyata ada hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu bukan hanya siapa yang menebar benih, tetapi di mana dia menebar benih. Ya begitulah kira-kira. Silahkan kencangkan sabuk pengaman dan dudukan sandaran kursi anda (eh), pastikan cahayanya cukup untuk membaca.

Teman-teman tentu sering lihat tanaman-tanaman di sekitar kita. Setiap tanaman memiliki sumber keragaman genetik yang disebut plasma nutfah (tenang, bukan kuliah kok..). Nah tentu tahu dong kalo tanaman itu dapat bereproduksi secara seksual dan menghasilkan biji. Nah dari biji inilah yang akan berkecambah dan dapat tumbuh menjadi individu baru, tetapi....

Tetapi apa? Kenapa? Ya, itu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal (lingkungan). Proses ini disebut dengan perkecambahan/germinasi yang dimulai dari proses imbibisi (masuknya air). Proses tersebut akan memberikan sinyal sehingga terjadilah serangkaian proses di dalam tubuh (subhanallah ya, kompleks sekali). Hasil akhirnya adalah tanaman tersebut berkecambah dan akan tumbuh hingga dewasa. Itu idealnya.

Akan tetapi, ada hal yang membatasi proses ini. Apakah itu? Itu adalah faktor lingkungan (eksternal) yang terdiri dari berbagai hal antara lain cahaya matahari, suhu, kelembaban, substrat (tanah, dll), dan lainnya. Tanpa ada lingkungan yang sesuai, maka biji tersebut akan sangat sulit berkecambah. Bahkan tak jarang ada yang berdiam (dorman) hingga menemukan lingkungan yang tepat. Bisa dibayangkan kan nasib si biji kalau berada di lingkungan yang tidak pas? Dzat yang kecil itu ternyata sangat bergantung dengan lingkungan. Apabila benar-benar tidak mendapat lingkungan yang baik, bisa saja biji tersebut kehilangan kemampuannya untuk berkecambah dan mati.

Lalu apa yang bisa kita ambil dari kejadian tersebut? Wah ternyata kondisi lingkungan itu berpengaruh ya terhadap baik-buruknya kehidupan tanaman. Ini juga mempengaruhi kita sebagai manusia loh ternyata. Tentu saja, karena ada dua aspek yang dapat membentuk perilaku makhluk hidup, yaitu genetik dan lingkungan. Mengenai pengaruh lingkungan, terdapat hadits Rasulullah :

"Seorang laki-laki di atas agama sahabat dekatnya, maka hendaknya seseorang di antara kalian melihat kepada siapa dia bersahabat" [1]

Apa maksud hadits di atas?

Yaitu bahwa kualitas agama seseorang, baik dan buruknya, baik dari sisi pemahaman dan pengamalan, tergantung keadaan sahabat dekatnya. Jika sahabatnya itu shalih, maka dia akan terkena imbas baiknya pada kehidupan dan kepribadiannya, begitu juga sebaliknya.

Nah, tentu ini sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan kan? Karena kita akan dapat menemukan orang-orang yang shaleh untuk menjadi teman di lingkungan yang baik dan mendukung tentunya. Lingkungan yang shaleh berisi orang-orang shaleh, sedangkan lingkungan yang penuh maksiat tentu diidominasi orang-orang yang bermaksiat.

Wah jadi kita harus pilih-pilih lingkungan dan teman bergaul dong? Jelas lah. Kalau ingin kecipratan bau minyak wangi ya kita bergaul dengan penjual minyak wangi, masa bergaul dengan tukang las. Kecuali kalau tukang lasnya juga menjual minyak wangi (eh). Kita tentu harus bersyukur, karena kita sebagai manusia memiliki pilihan, berbeda dengan si kecambah. Dia hanya pasrah terhadap lingkungan yang akan membawa dirinya. Kalau baik maka baiklah dia, kalau buruk maka sulitlah dia. Oleh karena itu, kita harus memilah dan memilih, tidak cuma sampah, tapi juga lingkungan pergaulan kita. Mau kan jadi orang shaleh? Mau lah. Yuk mari kita berusaha memilih lingkungan yang dapat membuat kita jadi lebih baik sehingga kita semakin dekat kepada Allah. Apabila belum dapat, mari kita tetap berusaha dan berharap Allah menguatkan kita.

Demikianlah tulisan ini saya buat, semoga dapat menginspirasi dan memberikan manfaat bagi teman-teman semua.

Mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan, hal ini disebabkan oleh kelemahan dan kurangnya ilmu dalam diri ini. Semoga Allah senantiasa menunjukkan jalan yang terbaik dan meneguhkan hati kita semua dalam ketaatan kepada Allah. Aamiin.

Wallahu a'lam bishshawab

"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."

(QS.Al Insyirah:5-6)

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

1. Hadits ini diriwayatkan oleh:

- Imam Abu Daud dalam Sunan-nya, Kitabul Adab Bab Man Yu’maru An Yujaalisa, No. 4833

- Imam At Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitab Az Zuhd ‘an Rasulillah Bab Maa Jaa’a fi Akhdzil Maal bihaqqihi, No. 2378

- Imam Ahmad dalam Musnad-nya No. 8417, dengan lafaz: “Al Mar-u (seseorang) ‘ala diini khalilih ...dst”

- Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak-nya No. 7320, dengan lafaz: “Al Mar’u ‘ala diini khalilih ...dst”

- Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 9436

- Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hinda dalam Kanzul ‘Ummal, No. 24777

- Imam ‘Abdu bin Humaid dalam Musnad-nya No. 1431

Hadits ini dihasankan oleh Imam At Tirmidzi. (Lihat Sunan At Tirmidzi No. 2378), dishahihkan oleh Imam An Nawawi. (Lihat Riyadhush Shalihin, Hal. 139), Imam Al Hakim dan Imam Adz Dzahabi mengatakan: “Shahih, Insya Allah.” (Al Mustadrak ‘alash Shahihain No. 7320), Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Isnadnya jayyid (baik).” (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8471), Syaikh Al Albani mengatakan: “hasan.” (Lihat Shahihul Jami’ No. 3545, As Silsilah Ash Shahihah No. 927, )

Sumber :

Farid, 2012. "Seseorang Tergantung Agama Kawan"

http://www.islamedia.web.id/2012/03/seseorang-tergantung-agama-kawan.html. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012.


Baca selengkapnya »

Semangat Untuk Maju

| Thursday, June 7, 2012

Pada tanggal 20 Mei 1908, lebih dari seabad yang lalu, sebuah organisasi bernama Boedi Utomo didirikan. Organisasi ini beranggotakan mahasiswa-mahasiswa kedokteran Indonesia yang sedang belajar di STOVIA,  sekolah kedokteran di Batavia yang menjadi cikal-bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Berdirinya Boedi Utomo, bersama Sumpah Pemuda yang diikrarkan 20 tahun kemudian (28 Oktober 1928), merupakan awal dari munculnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama masa penjajahan. Oleh karena itu, tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).

Jika tanggal 17 Agustus merupakan klimaks dari perjuangan Bangsa Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan (dan awal dari perjuangan sangat keras untuk mempertahankannya), maka tanggal 20 Mei menandakan awal dari perjuangan tersebut. Oleh karena itu, tanggal 17 Agustus disebut sebagai “Hari Raya Kemerdekaan” dan tanggal 20 Mei disebut sebagai “Hari Peringatan”. Harkitnas diperingati untuk mengingatkan bangsa Indonesia bahwa dulu kita semua pernah terjajah dan terpecah-belah, sampai kita bangkit dan memperjuangkan kemerdekaan kita.

Setelah lebih dari seabad, tentunya bangsa ini secara perlahan tapi pasti telah berusaha mewujudkan cita-citanya. Para penjajah akhirnya pergi, negara kita akhirnya merdeka. Hore! Tapi tetap saja, meski kini telah 66 tahun merdeka, masih saja ada yang bertanya “apakah bangsa Indonesia sudah benar-benar merdeka?”, lalu mundur lebih jauh lagi “apakah bangsa Indonesia sudah benar-benar bangkit?”.

Kedua pertanyaan ini sudah menjadi pertanyaan klise, jawabannya tentu saja “Ya, kita telah merdeka. Ya, kita telah bangkit.”. Adapun pertanyaan “apakah kemerdekaan dan kebangkitan tersebut sudah dapat kita maknai dengan baik?”, now that’s an entirely different question.
Menurut Pak Acep Iwan Saidi (Ais), salah seorang dosen FSRD, dalam artikelnya yang dimuat di KOMPAS, kebanyakan dari kita masih menganggap waktu sebagai sekedar siklus, bukan sebagai pergerakan menuju ke arah yang lebih baik. Tanggal 20 Mei tahun ini akan berulang lagi tahun depan, dan tahun depannya lagi, begitu seterusnya. Harkitnas hanyalah tanggal merah yang akan ada lagi tahun depan.

Dalam artikelnya yang lain, Pak Ais juga mengatakan kalau sikap seperti ini menjadikan matinya narasi di negara kita. Tahu, kan apa itu narasi? Di buku pelajaran Bahasa Indonesia, narasi didefinisikan sebagai gaya tulisan yang menceritakan suatu peristiwa dalam urutan waktu. Plot dalam narasi terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu dalam cerita. Bila kondisi bangsa Indonesia tidak kunjung membaik dari satu Harkitnas ke Harkitnas selanjutnya, maka kita semua akan berakhir jadi patahan-patahan ahistoris yang mengambang. Seakan hidup dalam limbo, di luar narasi, di luar waktu.

Ajaran Islam menekankan pentingnya menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin. Diam di tempat saja sudah dikategorikan sebagai rugi, apalagi mundur. Bangsa Indonesia sudah lebih dari seabad bangkit, jangan sampai kita menjadi bangsa yang rugi, apalagi terlaknat. Naudzubillahimindzalik.
Baca selengkapnya »
 

Copyright © 2010 Al-Hayaat | Design by Dzignine