Oleh: Dian Magfirah Hala (Biologi 2008)
Kawan, beberapa waktu yang lalu, saya 
berkesempatan ikut acara Ramadhan Bareng Mereka di Pasar Ciroyom Bandung
 bareng pengurus al Hayat ITB lainya. Acara apa sih?? Acara ini adalah 
agenda spesial ramadhan yang udah dirancang oleh al Hayat jauh hari 
untuk para pengurusnya. Merupakan acara buka puasa dan sahur bareng 
dengan anak-anak jalanan yang ada di  Pasar Ciroyom. Ngapain aja?? 
Berikut, saya akan coba menceritakan pengalaman semalam itu ma kalian. 
Semoga berguna,..
Tiba di pasar ciroyom, kira-kira jam 
setengah delapan malam, kami dijemput oleh kawan lain yang telah lebih 
dulu sampai untuk diantarkan ke tempat berlangsungnya acara. Mulanya, 
acara RBM ini akan diadakan di Rumah Belajar Ciroyom (Rubel Ciroyom) 
yang letaknya di tengah pasar, namun karena tempatnya yang begitu kecil 
makanya pelaksanaannya dialihkan ke salah satu ruang kelas madrasah tak 
jauh dari Rubel. Untuk sampai ke tempat acara, kami harus melewati jalan
 pasar ciroyom. Bertemu dengan para pedagang yang sibuk mengatur 
dagangannya, para sopir mobil angkutan barang, serta orang-orang yang 
hanya duduk ngobrol atau ngopi, ternyata membuat bulu kuduk saya 
berdiri! Kalau dianalogikan dengan bakteri yang berada dalam lingkungan 
yang tak menguntungkan, maka malam itu saya  telah berbentuk kista. 
Hhahahha, berlebihan yak?? Tapi begitulah kawan! Percaya deh! Gambaran 
buruk tentang pasar dan orang-orangnya membuat sistem perlindungan 
terhadap diri ini meningkat, apalagi saat itu udah jauh lewat dari jam 
malam akhwat. Namun, dari perjalanan menyusuri pasar ini juga, ada 
pelajaran baru yang bisa saya dapatkan. Apa itu?? Yaitu bahwa ternyata 
ada juga orang-orang, saudara kita yang justru malam harinya adalah 
waktunya mencari rejeki Allah, sementara orang lain terlelap dalam 
tidur. Ga kebayang yah kalo mereka-mereka itu adalah orang tua kita?? 
Kerja keras banting tulang dari awal malam, hingga menjelang dini hari 
untuk menghidupi keluarganya. Sementara itu, kita anak-anaknya 
dibiarkannya tidur dengan lelap di rumah untuk sekolah besok pagi. 
selain itu, buat sebagian orang, malam hari merupakan waktu tepat untuk 
kumpul keluarga. Ayah ibu telah pulang dari kerja, anak-anak juga telah 
kembali ke rumah. Tapi gimana yah dengan orang-orang yang saya temui 
ini???adakah mereka punya waktu berkumpul dengan keluarganya juga??saat 
anak-anak mereka pulang dari sekolah, orang tuanya justru telah 
bersiap-siap mencari nafkah. Subhanallah… Maha Suci Allah yang mengatur 
segala kegiatan makhluk-Nya.
Ketika di perjalanan, saya membayangkan 
bahwa anak-anak jalanan itu bakalan duduk rapi sambil main-main bareng 
atau ngobrol bareng dengan panitia. Tapi ternyata,.SURPRISE!!! Begitu 
masuk ke ruangan, yang ada adalah anak-anak jalanan itu berseliweran, 
lari-larian kesana kemari kayak gundu yang melesat di tanah disentil 
pemiliknya! Gerakannya cepat, out of control. Saking terkejutnya, saya 
dan teman lainnya yang datang bersamaan cuma bisa bengong dan bingung ga
 tahu harus berbuat apa. Sedangkan,teman-teman yang udah lebih dulu 
datang malah udah berbaur dengan mereka, maksudnya ikut bermain, 
lari-larian bareng mereka. Ckckckkc, adaptasi yang cepat yah???salut 
loh!d^^b
Kawan, saat melihat anak-anak jalanan 
itu, jujur saya bilang kalo ada sedikit rasa jijik yang muncul di hati. 
Bagaimana tidak??Kulit mereka hitam kusam, rambut pirang awut-awutan, 
badan dan kaki yang penuh debu, serta baju yang entah sudah dipakai 
berapa hari membuat saya berpikir berulang kali untuk merangkul mereka. 
Belum lagi berbagai pikiran negatif tentang bakteri dan segala macam 
panyakit terus berkecamuk di kepala saya. Namun, kemudian saya teringat 
bahwa yang membedakan makhluk Allah di hadapan-Nya itu bukanlah fisik 
ataupun tampilan makhluk tersebut, melainkan ketaqwaannya pada Allah. 
Saya lalu sadar kalo saya tidaklah lebih baik dari mereka di hadapan 
Allah. Boleh jadi, justru mereka yang derajatnya lebih tinggi di 
hadapan-Nya. Astaghfirullah!!! Saya, engkau, mereka sama-sama tercipta 
dari setetes air mani yang hina, sehingga kita semua adalah sama dan tak
 ada yang patut disombongkan. Hanya saja, mungkin nasib yang 
memposisikan kita sedikit lebih beruntung dari mereka. Akhirnya, setelah
 berhasil mengusir rasa itu, saya pun kemudian ikut berbaur dengan 
teman-teman yang lain untuk bermain brsama mereka (anak-anak jalanan 
tersebut). Dan tenyata rasanya biasa saja kok! Hee,.. secara saat itu 
juga saya belum mandi sore, jadi ga terlalu merasa bersih banget.. 
Hahahhaah. (Jangan dicontoh ya! Baik itu kesombongannya, ataupun ga 
mandinya..)
Belum lama rasanya main-main dengan 
anak-anak itu, seorang Ibu kemudian berusaha menenangkan keadaan. Ups! 
Ternyata saya baru sadar bahwa ada orang lain selain kami dari al Hayat,
 dan anak-anak jalanan itu yang juga ada di ruangan itu. Si ibu lalu 
berkata pada kami agar sebaiknya adik-adik (anak-anak jalanan)ini diajak
 untuk shalat isya sekaligus tarawih bareng dengan kami. Ide yang bagus 
pikirku, karena saya juga ga tahu sebenarnya rundown acara dari teman 
panitia seperti apa untuk saat itu. Akhirnya satu persatu anak kami 
tuntun untuk berwudhu. Umumnya, mereka semua sudah tahu tata cara 
berwudhu, sehingga tidak perlu kami ajari dari awal lagi. Hanya sedikit 
perbaikan-perbaikan untuk penyempurnaan wudhu yang kami berikan. Ide 
untuk memisahkan anak laki-laki dan perempuan untuk berwudhu ternyata 
agak sulit dilaksanakan. Selain karena mereka memang masih sulit diatur,
 anak-anak perempuannya juga hanya dua orang dan belum mencapai usia 
baligh. Jadi, tak apalah dulu, pikirku. Kawan, saat sedang berwudhu itu,
 tiba-tiba salah seorang diantara mereka berhenti wudhu. Dengan wajah 
serius, dia berkata,”saya ga akan shalat ah kak. Pakaian saya kotor, ga 
ada sarung.” Mendengar pernyataan seperti ini diucapkan oleh seorang 
anak jalan membuat hati ini miris. Ga peduli itu hanya sekedar alasan 
belaka ataupun bukan, ga peduli dikatakan dalam keadaan sadar ataupun ga
 sadar. Yang penting adalah darimana kata-kata itu dikeluarkan. Dia, 
seorang anak jalanan yang mengatakannya. Dia yang-boleh 
dibilang-dibesarkan oleh jalanan, jauh dari pendidikan agama, ternyata 
masih mau mempersembahkan penghargaan tertingginya saat akan bertemu 
Tuhannya, Allah SWT. Masih merasa bahwa pakaiannya belum cukup pantas 
untuk bertemu dengan Rabb yang Maha Suci. Masih merasa kotor, walaupun 
yang mengotorinya itu hanyalah debu. Subhanallah! Padahal di luar sana, 
masih banyak orang-termasuk saya- yang jauh lebih cukup darinya justru 
hanya memilih pakaian sehari-hari mereka saat akan berhadapan dengan 
Rabbnya. Tak malukah kita dengannya??? Renungkanlah kawan, dan mari 
bersama-sama memperbaiki diri.
Shalat isya pun dilakukan  berjamaah di 
ruang kelas madrasah, kemudian dilanjutkan dengan tarawih. Shalat di 
tempat sesederhana malam itu memberi nuansa malam Ramadhan yang lain. 
Kening yang biasanya sujud di dinginnya lantai Salman, malam itu sujud 
diatas pemukaan karpet usang yang berpasir. Alhamdulillah, Allahu Akbar.
 Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustakan..
Setelah shalat, kami pun duduk membentuk 
lingkaran bersama dengan adik-adik jalanan, serta orang-orang lain yang 
belum saya kenal. Menurut panitia, saat itu waktunya life sharing alias 
ngobrol-ngobrol dengan adik-adik jalanan di sana serta dengan para 
pengurus Rubel Ciroyom. Ooo, ternyata orang-orang yang belum saya kenal 
itu adalah para pengurus Rubel Ciroyom. Pantas saja, mereka tampak sudah
 sangat dekat dengan para adik jalanan di sana. Siapa sajakah mereka??? 
Mereka ada 4 orang, terdiri Pak Gamesh, bu Eka, teh Iyus, teh Ipiet, dan
 kang Ramdhan. Mereka adalah orang-orang yang care sama kehidupan para 
anak jalanan di Ciroyom, yang rela meluangkan sedikit waktu disela-sela 
aktivitas mereka untuk anak-anak jalanan. Mungkin kau akan mengira bahwa
 mereka semua adalah warga yang tinggal di sekitar pasar. Tapi, ternyata
 faktanya adalah ga ada satupun dari mereka yang berdomisili di Ciroyom!
 Hahhahaha, koq bisa ya nyasar jauh-jauh ke ciroyom?? Saat ditanya, 
angin apa yang membawa mereka ke Ciroyom, kompak mereka menjawab bahwa 
keberadaan mereka di sana itu karena kepedulian mereka terhadap 
kehidupan anak jalanan yang memprihatinkan. Pak Gamesh, yang paling 
senior diantara mereka berempat justru merupakan salah satu pionir 
lahirnya Rubel Ciroyom sebagai rumah singgah anak jalanan disana, 
sekaligus sekolah bagi mereka. Oh ya kawan, jangan pikir mereka ga 
sesibuk kita-kita loh.. Teh Iyus, the Ipiet, dan kang Ramdhan juga 
adalah mahasiswa kawan, sama seperti kita.  Hanya saja, mereka telah 
lebih dulu mengenal adik-adik di Ciroyom, dan telah lebih dulu tergerak 
hatinya untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran mereka untuk membina 
adik-adik jalanan di sana. Apakah hati kita juga akan sama tergeraknya 
seperti mereka???? Kembalikan ke hati masing-masing ya kawan..
Forum life sharing malam itu dibuka Pak 
Gamesh dengan menceritakan awal mula terbentuknya Rubel Ciroyom. Beliau 
bercerita bahwa bilik kecil di tengah pasar, yang menjadi sekre Rubel 
Ciroyom ini didaaptkan dengan penuh perjuangan. Bagaimana dulu Rubel itu
 harus pindah karena diusir orang, sempat juga Rubel direncanakan akan 
dibangun di atas timbunan sampah pasar, dan berbagai perjuangan lainya 
hingga akhirnya kini mendapat bilik kecil di tengah pasar itu. Beliau 
juga bercerita bahwa Rubel ini bukan baru sekali ini dikunjungi oleh 
orang luar, melainkan sudah ada beberapa kali kunjungan yang diterima 
Rubel ini. Ada kunjungan dari mahasiswa-mahasiswa PT di Bandung, 
LSM-LSM, bahkan dari pemerintah setempat. Namun, yang mau care dan turun
 langsung berkontribusi disana itulah yang kurang. Hee,..seperti 
biasa,ngomong biasanya lebih enak dari pada bertindak! Cerita beliau 
kemudian beralih pada cerita tentang anak-anak jalanan disana. Anak-anak
 yang diceritakan itu juga ikut mendengar, seringkali menimpali Pak 
Gamesh dengan tambahan-tambahan, ataupun meluruskan cerita si bapak. 
Walaupun mata beberapa anak sudah sangat redup, samapai-sampai sudah ada
 yang tidur, tapi mereka masih semangat menceritakan pengalamannya pada 
kami. Begitu pula dengan kami, ganti-gantian kami bertanya pada mereka 
ataupun pada pak Gamesh. Menurut cerita pak Gamesh, anak-anak jalanan 
yang ada di ciroyom ini, umumnya adalah pendatang di Ciroyom. Ada yang 
asalnya dari Jakarta, Bogor, Bekasi, ada juga yang berasal dari daerah 
bandung dan sekitarnya. Ketika ditanya tentang latar belakang mereka 
bisa sampai disana, jawaban yang keluar pun beragam. Ada yang latar 
belakangnya itu adalah kabur dari paksaan orang tua untuk mencari uang, 
marah sama orang tua (ayah atau ibu) yang menikah lagi, orang tua yang 
sudah tiada, atau orang tua yang sudah tak mampu lagi membiayai mereka. 
Ada juga anak yang menyebutkan bahwa mereka bisa sampai di sana itu 
karena mengejar (baca:menyusul) abangnya yang telah lebih dulu ada di 
jalanan. Sedih, dan memprihatinkan. Kalau diperhatikan, umumnya orang 
tua adalah penyebab utama mereka bisa sampai menggelandang di jalanan. 
Seorang teman ada yang berkata seperti ini,” Ini dia niy, banyak orang 
tua yang mau punya anak, tapi begitu punya anak ga mau bertanggung 
jawab.” Yah, tanggung jawab. Itulah yang menurut saya harus ditanamkan 
pada diri-diri kita. Keberadaan anak-anak jalanan di sekitar kita 
mungkin memang akibat kelalaian orang tuanya, tapi tidak bisa juga 
disalahkan sepenuhnya. Orang tua harus bertanggung jawab atas anak-anak 
mereka, namun kita juga orang-orang yag ada di sekitar mereka 
bertanggung jawab untuk mambantu mereka. Pemerintah juga memiliki 
tanggung jawab yang sama besarnya dalam menangani masalah anak jalanan 
ini. Bayangkan, jika kita orang-orang di sekitar mereka peduli ama 
mereka, pemerintah juga begitu, orang-orang kaya juga bgitu, para ornag 
tua juga begitu, insyaAllah mereka ga akan menggelandang seperti ini. 
Makanya, ayo kita pendekkan pagar pembatas rumah kita, agar kita bisa 
tahu ada kesusahan apa yang bisa kita bantu di luar sana. Tinggal di 
kastil dengan tembok-tembok tinggi di sekitarnya akan menyisihkan kita 
dari dunia riil, tapi jangan sampai juga  kita hidup bagaikan air mancur
 yang justru tidak memberi efek bagi lingkungannya yang terdekat. Kawan,
 hiduplah bagai air sungai yang mengalir. Buat dirinya sendiri membawa 
manfaat, buat orang lain di sekitarnya juga begitu.
Kawan mungkin kau bertanya-tanya, emang 
seperti apa kehidupan para anak jalanan itu??? Mereka sehari-hari 
umumnya bekerja sebagai pengamen di bus atau kereta, ada juga yang 
bekerja sebagai buruh angkut sayur di pasar, buruh kretek (delman), atau
 sebagai penyewa alat musik buat teman-teman mereka yang ngamen 
(hahhaha, jiwa enterpreneur banget yah?). Pendapatan mereka sehari 
kisaran Rp. 10.000-15.000. Mereka gunakan untuk apa uang itu?? Sebagian 
mereka sisihkan untuk membeli makanan, namun yang lainnya mereka gunakan
 untuk membeli lem Aibon. Pernah dengar istilah ‘nge-lem’ kan??? Yah, 
mayoritas anak-anak jalanan di sana telah kecanduan aroma lem tersebut 
alias kecanduan nge-lem. Entah siapa yang mengajari mereka mengenal 
barang yang dapat menurunkan kerja otak itu. Lem ini, bukanlah barang 
yang sulit untuk mereka dapatkan, seperti halnya obat-obatan terlarang. 
Lem ini bisa dengan mudah mereka dapatkan di lingkungan pasar, karena 
lem ini dijual bebas. Wong biasanya dipakai untuk lem kayu kok! Cukup 
dengan uang Rp1500,00, mereka bisa dengan mudah mendapatkan barang itu 
di tangan. Menurut pengakuan mereka, dalam sehari itu, mereka bisa saja 
mengkonsumsi lem aibon mulai dari 2 kaleng per harinya sampai 20 kaleng 
per harinya! Ckckckck, bisa mabok seharian tuh..  Biasanya, mereka 
mengkonsumsi lem ini dengan mengotrek-otrek isi kaleng dengan potongan 
lidi, ataupun memasukkannya dalam baju mereka untuk dihirup.  Saat 
ditanya enaknya nge-lem, mereka hanya tersenyum dan bilang,”enak aja.” 
Literatur membahas bahwa aroma yang dimiliki lem tersebut itu mampu 
memberi efek nge-fly buat orang yang menghisapnya. Efek ini, membuat 
orang untuk sementara waktu mendapat kesenangan, imajinasi, sehingga 
mereka mampu menghilangkan rasa dingin akibat angin, sakit, capek karena
 seharian kerja keras, dan ksenangan-kesenangan semu lainnya. Aroma lem 
ini juga menciptakan kecanduan buat penghirupnya. Dari segi bahaya 
kesehatannya, lem ini tidak seberbahaya obat-obatan terlarang. Akan 
tetapi, bila kebanyakan menghirup baunya, maka orang akan lemot dalam 
berpikir, susah konsentrasi, dan kerja serta kemampuan otaknya menurun. 
Untuk itu, kata teh Ipiet yang saat ini masih kuliah di UPI Bandung, 
sebelum mengajari mereka pelajaran-pelajaran sekolahan, hal pertama yang
 harus dilakukan adalah menyingkirkan lem itu sejauh-jauhnya dari 
mereka. Ternyata, hal itu tidak semudah membalikkan tangan kawan! Kadang
 kita harus tega melihat mereka meronta-ronta saat lem itu ditarik 
paksa  dari tangannya, kadang pula, kata bu Eka, kita harus bergulat 
memperebutkan lem itu denga mereka. Saat lem itu berhasil kita 
singkirkan, maka mereka tidak kehabisan akal untuk kemudian membeli lagi
 yang baru. Mereka bahkan rela ga makan, asalkan bisa nge-lem. Yah, 
seperti itulah yang dilakukan kawan-kawan kita seperti Pak Gamesh, bu 
Eka, dan lain-lain. Mereka melindungi anak-anak jalanan itu dari 
ketergantungan terhadap lem yang merusak, walaupun terkadang berarti 
harus bertindak tegas ataupun kejam terhadap mereka. Mereka menerapkan 
prinsip reward and punish buat anak-anak jalanan didikan mereka. Seperti
 halnya di bulan ramadhan ini, mereka mengajak anak-anak jalanan itu 
untuk ikut shaum. Buat mereka yang shaum-termasuk dari nge-lem-, 
diberikan buka puasa dan sahur gratis. Selain itu, para anak jalanan itu
 juga akan mendapatkan baju baru di hari lebaran nanti. Nah, buat mereka
 yang bandel ga mau shaum, maka tidak akan mendapat makanan begitu juga 
baju. Juga tidak akan diajak ikut dalam penampilan anak jalanan yang 
biasanya kebanjiran order tampil di bulan ramadhan. Ada yag jera, tapi 
ada juga yang bebel ga mau nurut. Sedangkan untuk mengajarkan 
pelajaran-pelajaran sekolah, biasanya di Rubel Ciroyom ini diadakan 
pertemuan tiap 2 hari sekali dengan mereka.  Dalam pertemuan itu, 
biasanya kondisi para anak jalanan itu juga di-check. Adakah yang sakit,
 belum makan, dan segala macam pertanyaan sejenisnya. Selain itu, Rubel 
ini juga mencarikan pesantren-pesantren yang kira-kira bisa dijadikan 
sebagai tempat bernaung sekaligus belajar buat anak-anak jalanan itu. 
Kenapa??? Tujuannya agar mereka tidak terlalu lama hidup menggelandang 
di jalan, sebab rubel juga memiliki kemampuan yang terbatas dalam 
melindungi mereka. Namun, dasar mereka sudah betah di jalan! Sempat ada 
beberapa anak yang dimasukkan dalam pesantren, tapi kabur karena katanya
 tidak tahan hidup dalam pengaturan.
Waktu telah menunjukkan angka 23.00 WIB 
saat forum life sharing itu ditutup. Langsung tidur kah?? Ga lah!!! 
Agenda selanjutnya adalah observasi ke tempat-tempat dimana anak-anak 
jalanan itu biasanya tidur, bermain, kerja, dan lain-lain. Kawan, 
tahukah kau bahwa apa yang dikatakan oleh anak jalanan itu tempat tidur 
adalah tanah yang ada di bawah meja-meja dagang di pasar??? Atau tegel 
dingin di teras toko-toko di pasar??? Atau di emper stasiun??Mereka 
tidur di sana kawan! Ga pakai selimut, hanya berbalut pakaian tipis yang
 melekat di tubuhnya. Modal mereka hanyalah lem yang mereka bawa 
kemana-mana untuk mengusir rasa dingin itu. Hanya itu! Taman bermain??? 
Kenal saja mereka mungkin tidak. Tempat main mereka adalah pasar. 
Hiburan mereka adalah pasar dan lagi-lagi lem. Jadi, jangan pikir mereka
 pernah bermimpi bermain sepuasnya di Dufan. Malam itu pun akhirnya kami
 akhiri dengan beristirahat untuk kemudian mempersiapkan diri bangun 
sahur.
Begitulah kawan cerita yang dapat saya 
bagi dengan kalian semalam itu. Andai kalian bisa ikut juga malam itu, 
saya yakin akan lebih banyak lagi pelajaran yang akan kita petik 
bersama. Oh ya, ada satu lagi yang lupa saya sampaikan! Walaupun mereka 
susah untuk mendapatkan makan, tapi kawan ketika salah satu dari mereka 
punya rejeki makanan, maka makanan itu pasti akan dibagikan ke 
teman-temannya yang lain. Subhanallah.. adakah kita mampu berlaku 
seperti mereka??? Hee,.. kontribusi kalian ditunggu buat anak-anak 
jalanan di sana yah!!
Buatlah Indonesia Tersenyum dengan Generasi-Generasi mudanya yang Cemerlang.

0 comments:
Post a Comment